CHAPTER 3
DEGGGG
Seketika jantungku berdegup kencang, badanku gemetar , dan selama beberapa detik kurasa seluruh saraf dalam tubuhku seakan berhenti ketika sadar akan maksud dari "penawaran" dari pak wildy tadi.
Bagaimana bisa aku tidak kaget setengah mati ,karena orang didepanku ini, orang yang sudah cukup lama mengenalku beserta keluargaku bisa bisa nya menawarkan sesuatu yang selama aku hidup, tidak pernah terbesit akan hal itu barang sekalipun!.
Logika ku masih menolak dengan lantang tentang hal yang masuk dari kedua indera pendengaranku barusan. Ingin sekali rasanya kulayangkan tanganku ke pipi orang yang ada didepanku ini, namun apa daya , tenagaku hilang sudah entah kemana , jangankan untuk menamparnya, sekedar mempertahankan kewarasanku saja sudah sulit setengah mati.
Sadar akan gestur tubuhku yang tiba tiba membeku , pria paruh baya didepanku ini dengan cepat berkata "aku cuma mau bantu kamu tara, tapi aku juga butuh hal yang tadi aku sebutkan ,dan kamu tau aku ga bisa berbicara hal itu ke sembarang orang, karena aku percaya kamu , makanya aku berani bilang seperti itu" .
Sebuah statement yang menurutku tidak lebih dari sekedar penenang yang justru tambah membuatku muak seada adanya.
Butuh? ...Percaya? ... PERSETAN!!! ,bukankah banyak diluar sana perempuan yang bisa dengan mudah kau jamah dan kau jajah mengingat kemampuan finansialmu yang cukup mampu untuk melakukan hal itu . Bukan maksud hati mendiskreditkan nilai semua wanita , tapi di waktu dulu pun aku punya teman yang memang berkecimpung di dunia itu ,yang akan kuceritakan nanti.
Masih dalam diam, kuberanikan diri untuk menegakkan kepalaku, menatap dalam kepadanya sambil menyiratkan tatapan " jelaskan maksud ucapanmu tadi" . Paham akan sorotan mataku yang berubah tajam, pak wildy kemudian berbicara kepadaku " kamu ga perlu jawab sekarang ,silahkan kamu pertimbangkan terlebih dahulu ,tapi tolong jaga pembicaraan ini agar tetap berada hanya di ruangan ini" .
Aku mengangguk pelan , kemudian memaksa pita suaraku menjalankan tugasnya ,mencoba sekuat tenaga untuk hanya mengucap beberapa kata " iya pak, tara mau izin pamit pulang dulu yaa , takut kemaleman sampai rumah ".
Tertegun sejenak ,lalu pak wildy membalas " Mau diantar ? Atau kamu ada jemputan? " . " aku naik ojek aja pak" jawabku lirih. " oh yausudah ,ini ongkos untuk ojeknya " sambil merogoh saku belakang dan mengeluarkan dompet lusuh yang tampak gendut dan penuh sesak dengan lembaran dan berbagai macam isinya. "Engga usah pak , takut..." beluk sempat kuselesaikan penolakanku , dengan sekejap ia meraih tanganku seraya menyerahkan beberapa lembar uang kertas dengan mayoritas warna merah pada tanganku. Tak lama berselang , ia pun berbicara padaku " itu suratnya di bawa aja , nanti kamu pikirin lagi kerjaan yang aku tawarkan ,baru kamu kesini lagi dengan jawabanmu, aku ga maksa kok ". " iya pak" jawabku pelan, karena memang dadaku sudah terlalu sesak untuk lebih lama di rumah ini.
Aku keluar dari rumah pak wildy sekitar habis magrib , aku lupa tepatnya pukul berapa , karena jangankan untuk melihat jam , berjalan dengan benar pun kurasa sudah sangat sulit untukku di saat itu.
Kuambil handphone ku dari dalam tas kecil yang memang saat itu kubawa , dengan gemetar aku telepon ibuku , tapi beberapa kali ku telepon tidak ada juga jawaban dari ibuku. Pikirku mungkin ibuku saat itu sedang menjalankan rutinitasnya duduk diatas sajadah dan menengadah kepada sang pencipta seperti yang biasa ia lakukan di waktu maghrib sampai setelah isya.
Kutelusuri jalan dari rumah pak wildy menuju ke jalanan depan komplek dimana biasanya para tukang ojek berkumpul untuk menawarkan jasanya.
Tapi entah kenapa, aku lebih memilih untuk berjalan lebih jauh dengan tujuan salah satu mall yang cukup besar yang ada taman didalamnya , aku ingin menyendiri, mencoba mencerna setiap peristiwa.
Duduklah aku di salah satu sudut taman , dikelilingi hingar bingar kemegahan salah satu pusat perbelanjaan yang cukup mewah. Termangu sudah hatiku, menimang nimang kata demi kata yang masih terukir jelas dan memenuhi isi kepalaku. Percayalah , saat itu hatiku dengan tegas dan jelas menolak untuk menerima celotehan pak wildy yang menurutku amat sangat mencengangkan, tapi logikaku berkata lain. Memang cukup logis untuk menerima tawaran beliau , mengingat akupun punya kewajiban yang harus kupenuhi kepadanya , ditambah kondisi finansial keluargaku yang bisa dibilang sedang jatuh terjerembab seada adanya.
Cukup lama aku terdiam disana , hanya diam, dan diam . Apa kuterima saja tawaran beliau? . Sekelebat pikiran gila yang entah darimana datang melintas dalam pikiranku. Tapi disisi lain , jangankan untuk "melayaninya" disentuh pun seumur hidup belum pernah aku terjamah. Sekian lama berselang, hp ku berdering ,memecah kesunyian pikiranku saat itu. "Ibu" , bisa kulihat tulisan dari layar hpku . Langsung kuangkat telepon dari ibuku . "Assalamualaikum de, kamu dimana? Kok belum pulang? " tanyanya. Jelas bisa kurasakan intonasi penuh kekhawatiran dari suara lembut ibuku. "Tara masih di dekat rumah pak wildy bu, sebentar lagi pulang" jawabku sekenanya . "Tadi gimana de? ,gimana jawaban pak wildy? " tanyanya lagi. Seketika aku terdiam ,ingin rasanya aku teriak sejadi jadinya , karena tidak mungkin aku memberi tahu ibuku atas pembicaraanku dengan pak wildy tadi . Lama aku terdiam , tak sanggup sungguh aku menjawab pertanyaan ibuku . "Nanti tara ceritain dirumah ya bu, ini tara mau cari ojek dulu biar ga kemaleman" . " yaudah de , hati hati yaaa " . "Iya bu" jawabku singkat jelas padat.
Kututup telepon ibuku dan langsung bergegas untuk mencari ojek yang berada di sekitaran mall tersebut , dan setelah setuju dengan bayaran ojek tersebut atas jasanya mengantarkanku pulang. Akupun memulai perjalanan pulang , sambil terus menerus memikirkan apa kiranya jawaban yang harus kuberikan kepada orang tuaku dirumah nanti. Sambil melihat hiruk pikuknya jalanan di ibukota yang sangat padat , kututup kaca helmku , bukan karena takut terkena debu jalanan yang cukup ganas menurutku, melainkan untuk menyembunyikan derai air mata yang tertumpah tanpa bisa kutahan lagi . Aku menangis dalam sunyi, di iringi bunyi kendaraan dan klakson dari kendaraan sepanjang jalan kerumahku .
Pikirku saat itu , apakah ini cobaan darimu tuhan ? Apakah ini caramu menguji kesetiaan hambamu yang hina ini? Kenapa harus dengan cara ini tuhan? . Seluruh emosiku jelas berkecamuk, dihiasi air mata yang masih turun dalam diam..
To Be Continue
*NB*
Maaf kalau updatenya sedikit ,jujur ini part yang sangat menguras emosi, dan akupun menulis part ini sambil sesenggukan karna cukup pahit kenangannya.